A. Siapakah KH. Dachlan Salim Zarkasyi?
Beliau adalah ulama’ yang jarang didapatkan sekarang, ilmunya insya Allah tergolong laduni sebab ilmu yang beliau kasad hanya sampai kelas V SD. Plus pesantren selama satu tahun, sedangkan bobot tulisan serta kepeloporannya dibidang pendidikan dan pengajaran Al Qur’an ada pada kelas nasional bahkan insya Allah internasional. Antara lain buah karya beliau itu adalah:
1. Buku Qiro’ati: buku penuntun membaca Al Qur’an, istimewanya buku ini mengajarkan Al Qur’an langsung dengan petunjuk tartilnya, sehingga setelah anak tamat buku Qiro’aty akan otomatis bisa membaca Al Qur’an tartil, meski belum diajari membaca Al Qur’an sama sekali.
2. Taman Kanak-kanak Al Qur’an: suatu lembaga pendidikan model baru tentang pengajaran Al Qur’an untuk usia kanak-kanak (4/5 th). Lembaga ini awalnya dirintis oleh beliau pada tahun 1986, dan sekarang telah menjamur sampai ke manca Negara, sehingga lembaga ini merupakan yang pertama di dunia, sebab belum pernah terdengar sebelum tahun 1986. Dan hasilnya “luar biasa” kini banyak anak usia 6/7 telah khatam Al Qur’an.
3. Ahli baca Al Qur’an huruf BRAILE: hanya dengan mempelajari abjadnya, beliau dapat mengoreksi Al Qur’an BRAILE yang sudah beredar di SLB. Sehingga pembuatnya terpaksa membakar Al Qur’an braile yang ada, dan membuatkan yang baru sebagai gantinya.
4. Mengajar Al Qur’an bagi TUNA RUNGU: beliau pernah membuat percobaan dalam bentuk privat dan berhasil sampai pada jilid 3 buku Qiro’aty, artinya si bisu telah bisa membaca huruf arab gandeng, bacaan yang panjang dan pendek. Sayang percobaan ini belum sempat tuntas murid yang bersangkutan pindah ke kota. Dari sini lalu beliau bercita-cita ingin mendirikan pesantren Al Qur’an khusus bagi tuna rungu. Semoga niat ini berhasil. Amin.
Dengan empat contoh buah karya beliau ini maka bisa dimaklumi apabila pernah ada seorang ‘arif menggambarkannya sebagai figure dari ayat yang berbunyi:
يُؤْتِيْ الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَآءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا
Demikian otobiografi beliau yang kami lihat dan kami ketahui sendiri, dan masih ada lagi yang tidak perlu kami sebutkan disini. Yang lebih menyenangkan lagi adalah keadaan keluarganya, mereka total ikut dalam perjuangan pendidikan Al Qur’an ini sehingga beliau sering berkata pada kami : بيتى جنتى
B. Kenapa dan Bagaimana Beliau Menulis Qiraati?
(Sejarah Buku Qiraati)
Bapak KH. Dahlan Salim Zarkasyi pada awal mendirikan pengajian anak-anak di kebonarum 73 Semarang tahun 1963, dengan menggunakan metode baghdadiyah yang amat masyhur itu.
Tanpa sedikitpun beliau menganggap bahwa metode Baghdadiyah itu tidak berhasil, namun ketika dalam sekejab saja anak-anak sudah banyak yang hafal abjadnya, maka dengan perasaan “syak”beliau mencoba bertanya kepada beberapa murid, eh ! hasilnya ternyata mereka tidak bisa membacanya kecuali harus diurut dahulu dari muka. Maka kesimpulan beliau bahwa metode Baghdadiyah ini terlalu gampang dihafal.
Mulai saat itu beliau mencoba beralih, bebrapa buku penuntun membaca Al Qur’an di toko dibelinya lalu disimak satu demi satu, malu-mula yang ada gambarnya disisihkan kemudian sisanya juga diteliti, karena kebanyakan buku yang ada mengarah ke belajar bahasa Indonesia dengan tulisan Arab, contoh(بِ سْ كُ دُ سْ) semua buku ditinggal.
Akhirnya, tiada jalan lain kecuali beliau harus menulis sendiri, maka dimulailah pada tahun 1963 itu.
Apabila tulisan mudah diterima murid, tulisan disimpan, dan apabila sulit langsung disobek, begitu seterusnya simpan-sobek, simpan-sobek sampai terkumpul jadi buku.
Alkisah beliau ialah seorang pedagang keliling kota, maka kesempatan ini dipakai untuk riset, di setiap kota tidak lupa beliau melihat ke pengajian / pesantren Al Qur;an. Semula kunjungannya diharap dapat menunjang cita-citanya, namun ternyata berbalik. Semua pengajian yang beliau kunjungi umumnya mengajari anak supaya dapat baca lancar, jarang sekali yang mengajarkan baca tartil. Apabila ditanya, sang guru mesti menjawab: “nanti setelah diajari ilmu tajwid akan bisa sendiri”.
Astaghfirullah ! dimana letak hokum fardlu ain itu ? ilmu tajwid itu dulu atau tartil dulu ? keadaan yang demikian ini menggugah beliau untuk segera bertindak memberantas, sebab ini berarti pengajaran Al Qur’an dimana-mana telah terjadi SALAH KAPRAH.
Beliau ingin sekali agar bukunya nanti bisa memberantas hal seperti diatas. Dan beliau juga mengajak para guru Al Qur’an agar tidak ikut mewariskan atau meneruskan bacaan yang salah kaprah ini kepada para santrinya.
Segala upaya dilaksanakan, dengan mujahadah lahir-batin dan hasilnya alhamdulillah, Allah SWT. Berkenan menberikan inayahnya, suatu keistimewaan telah terjadi dalam sejarah penulisan Qiro’aty ini.
Pada suatu malam (tidak dalam tidur) beliau mendapatkan Ilham, melihat tuntunan mengajar Al Qur’an yang langsung tartil, isinya bisa dilihat pada jilid 4,5,6 (TK). Itulah sebabnya beliau sering berkata : “hebatnya Qiro’aty adalah bukan hasil karangan manusia tetapi hidayah langsung dari Allah”. Saya tidak ikut mengarangnya, jadi tidak bisa menjawab jika ditanya tentang susunan didalamnya, mengapa terkesan tidak lazim. Namun nyatanya dengan buku Qiro’aty ini:
- Anak-anak merasa mudah belajar Al Qur’an.
- Bisa membaca Al Qur’an dengan tartil walau belum diajar ilmu tajwid.
- Guru dan Santri nampak bersemangat.
- TK. Al Qur’an cepat tersebar kemana-mana dalam tempo amat singkat.
- Buku-buku yang jiplak Qiro’aty pun merasakan yang sama meski tak sempurna.
Bapak KH. Dahlan Salim Zarkasyi pada awal mendirikan pengajian anak-anak di kebonarum 73 Semarang tahun 1963, dengan menggunakan metode baghdadiyah yang amat masyhur itu.
Tanpa sedikitpun beliau menganggap bahwa metode Baghdadiyah itu tidak berhasil, namun ketika dalam sekejab saja anak-anak sudah banyak yang hafal abjadnya, maka dengan perasaan “syak”beliau mencoba bertanya kepada beberapa murid, eh ! hasilnya ternyata mereka tidak bisa membacanya kecuali harus diurut dahulu dari muka. Maka kesimpulan beliau bahwa metode Baghdadiyah ini terlalu gampang dihafal.
Mulai saat itu beliau mencoba beralih, bebrapa buku penuntun membaca Al Qur’an di toko dibelinya lalu disimak satu demi satu, malu-mula yang ada gambarnya disisihkan kemudian sisanya juga diteliti, karena kebanyakan buku yang ada mengarah ke belajar bahasa Indonesia dengan tulisan Arab, contoh(بِ سْ كُ دُ سْ) semua buku ditinggal.
Akhirnya, tiada jalan lain kecuali beliau harus menulis sendiri, maka dimulailah pada tahun 1963 itu.
Apabila tulisan mudah diterima murid, tulisan disimpan, dan apabila sulit langsung disobek, begitu seterusnya simpan-sobek, simpan-sobek sampai terkumpul jadi buku.
Alkisah beliau ialah seorang pedagang keliling kota, maka kesempatan ini dipakai untuk riset, di setiap kota tidak lupa beliau melihat ke pengajian / pesantren Al Qur;an. Semula kunjungannya diharap dapat menunjang cita-citanya, namun ternyata berbalik. Semua pengajian yang beliau kunjungi umumnya mengajari anak supaya dapat baca lancar, jarang sekali yang mengajarkan baca tartil. Apabila ditanya, sang guru mesti menjawab: “nanti setelah diajari ilmu tajwid akan bisa sendiri”.
Astaghfirullah ! dimana letak hokum fardlu ain itu ? ilmu tajwid itu dulu atau tartil dulu ? keadaan yang demikian ini menggugah beliau untuk segera bertindak memberantas, sebab ini berarti pengajaran Al Qur’an dimana-mana telah terjadi SALAH KAPRAH.
Beliau ingin sekali agar bukunya nanti bisa memberantas hal seperti diatas. Dan beliau juga mengajak para guru Al Qur’an agar tidak ikut mewariskan atau meneruskan bacaan yang salah kaprah ini kepada para santrinya.
Segala upaya dilaksanakan, dengan mujahadah lahir-batin dan hasilnya alhamdulillah, Allah SWT. Berkenan menberikan inayahnya, suatu keistimewaan telah terjadi dalam sejarah penulisan Qiro’aty ini.
Pada suatu malam (tidak dalam tidur) beliau mendapatkan Ilham, melihat tuntunan mengajar Al Qur’an yang langsung tartil, isinya bisa dilihat pada jilid 4,5,6 (TK). Itulah sebabnya beliau sering berkata : “hebatnya Qiro’aty adalah bukan hasil karangan manusia tetapi hidayah langsung dari Allah”. Saya tidak ikut mengarangnya, jadi tidak bisa menjawab jika ditanya tentang susunan didalamnya, mengapa terkesan tidak lazim. Namun nyatanya dengan buku Qiro’aty ini:
- Anak-anak merasa mudah belajar Al Qur’an.
- Bisa membaca Al Qur’an dengan tartil walau belum diajar ilmu tajwid.
- Guru dan Santri nampak bersemangat.
- TK. Al Qur’an cepat tersebar kemana-mana dalam tempo amat singkat.
- Buku-buku yang jiplak Qiro’aty pun merasakan yang sama meski tak sempurna.
C. Kapan Qiraati Mulai Menyebar?
(TASHIH ULAMA’)
Akhirnya para ulama’ Al Qur’an di Jawa Tengah banyak yang memberikan restu atas buku Qiro’aty ini, antara lain KH. ARWANI Kudus (ualam’ Al Qur’an pulau Jawa saat itu) beliau setela mestashih lalu menganjurkan untuk diajarkan disetiap pengajian Al Qur’an, maka atas restu tersebut buku Qiro’aty lalu disebarkan.
Pada tahap awalnya Qiro’aty dicetak dalam 10 jilid, selanjutnya demi kebutuhan maka sekarang tersedia dalam beberapa paket antara lain :
1. Paket PRA TK : 1 jilid dan mainan huruf (usia 3 s/d 4 th)
2. Paket TKQ : 6 jilid, buku Ghorib dan Tajwid (4 s/d 6 th)
3. Paket TPQ : 6 jilid, buku Ghorib dan Tajwid (5 s/d 12 th)
4. Paket SD : 4 jilid, buku Ghorib dan Tajwid (7 s/d 12 th)
5. Paket SMP/A : 3 jilid, buku Ghorib dan Tajwid ( Remaja )
6. Mahasiswa : 2 jilid, buku Ghorib dan Tajwid ( Remaja )
Akhirnya para ulama’ Al Qur’an di Jawa Tengah banyak yang memberikan restu atas buku Qiro’aty ini, antara lain KH. ARWANI Kudus (ualam’ Al Qur’an pulau Jawa saat itu) beliau setela mestashih lalu menganjurkan untuk diajarkan disetiap pengajian Al Qur’an, maka atas restu tersebut buku Qiro’aty lalu disebarkan.
Pada tahap awalnya Qiro’aty dicetak dalam 10 jilid, selanjutnya demi kebutuhan maka sekarang tersedia dalam beberapa paket antara lain :
1. Paket PRA TK : 1 jilid dan mainan huruf (usia 3 s/d 4 th)
2. Paket TKQ : 6 jilid, buku Ghorib dan Tajwid (4 s/d 6 th)
3. Paket TPQ : 6 jilid, buku Ghorib dan Tajwid (5 s/d 12 th)
4. Paket SD : 4 jilid, buku Ghorib dan Tajwid (7 s/d 12 th)
5. Paket SMP/A : 3 jilid, buku Ghorib dan Tajwid ( Remaja )
6. Mahasiswa : 2 jilid, buku Ghorib dan Tajwid ( Remaja )
EmoticonEmoticon