BISNIS ISLAM

BISNIS ISLAM


A. ORIENTASI
                Orientasi-langkah berikutnya-merupakan aktivitas pemberian kesempatan untuk beradaptasi dengan pekerjaan berikut budaya kerja perusahaan tersebut.
                Simamora (1997) meagi orientasi dalam dua tipe. Pertama disebut dengan induksi, yakni tahap awal karyawan baru mempelajari apa yang akan dilakukan, dimana tempat meminta bantuan, dan apa peraturan, kebijakan, dan prosedur yang penting, dan sebagainya. Tahap induksi melibatkan interaksi antara karyawan baru, penyeliannya langsung, dan program-program orientasi formal. Dalam aktivitas ini, karyawan baru biasanyamempelajari sejarah organisasi; deskripsi produk dan jasa yang dihasilkan organisasi; struktur, dan kebijakan-kebijakan mengenai hal-hal seperti keselamatan kerja, jam makan siang, dalam metode-metode komunikasi formal; kebijakan sumber daya manusia yang meliputi kompensasi, tunjagnan dan jasa-jasa karyawan lainnya; menjumpai rekan-rekan karawan lainnya secepatnya.
                Yang kedua disebut dengan sosialisasi, yaitu proses yang berjangka lebih panang, dimana karyawan baru mempelajari norma-norma, sistem nilai, dan pola perilaku yang disyaratkan organisasi dan memungkinkan sosialisasi berlangsung.
                Dalam pandangan Simamora, paling tidak, sekali dalam setahun program orientasi harus ditelaah guna menentukan apakah program tersebut memenuhi tujuannya dan menentukan perbaikan-perbaikan dimasa mendatang. Dalam rangka meningkatkan orientasi,umpan balik yang komprehensif dan cepat dibutuhkan dari setiap orangy terlibat dalam program tersebut. Umpan alik ini dapat diberikan dalam beberapa cara : melalui diskusi dengan karyawan baru setelah masa dinas satu tahun pertama mereka, melalui pen
wawancara mendalam dengan karyawan dan penyelia yang dipilih secara acak, dan melalui kuensioner yang mencakup massa yang banyak dari karyawan yang baru diangkat.
                Pada dasarnya, evaluasi sebuah program orientasi diarahkan untuk dapat menjawab pertanyaan : (1) apakah program telah tepat?, (2) apakah program mudah dipahami?, (3) apakah program menarik?, (4) apakah program fleksibel?, dan (5) apakah program tersangkut secara pribadi?
B. PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
                Pelatihan diterapkan guna mengajarkan sejumlah keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan karyawan untuk meningkatkan kemampuan dalam menjalankan pekerjaannya. Program pelatihan di tempatkan kemampuan dalam menjalankan pekerjaannya. Program pelatihan di tempat kerja (On The job Training), pelatihan di kelas, dan pelatihan vestibule (balai)--sejenis pelatihan dengan simulasi menggunakan peralatan dalam laboratory setting--merupakan metode-metode pelatihan yang telah banyak dilakukan. Adapun pengembangan lebih bertujuan pada penyimpanan seseorang karyawan untuk menghadapi tangan-tangan yang baru dan lebih besar serta lebih memfokuskan pada orientasi masa depan. Sejumlah metode pengembangan yang dapat digunakan adalah pengiriman karyawan untuk mengikuti kegiatan seminar dan workshop, rotasi jabatan, mensponsori karyawan untuk menjadi anggota pada asosiasi profesional dan memberikan beasiswa kepada karyawan untuk mengikuti pendidikan formal.
Mangkunegara (2000) memperjelaskan perbedaan kedua istilah diatas dengan meramu pendapat Flippo (1976), Wexley dan Yuki (1977), serta Yoder (1981). Menurutnya, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan diperuntukkan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka meningkatkan kemampuan konseptual, teknik pengambilan keputusan, dan memperluas relasi personal.
                Menurut mangkunegara pula, penyusunan pelatihan dan pengembangan umumnya melewati sejumlah tahapan berikut.
1. Identifikasi kebutuhan pelatihan / pengembangan (job study)
2. Penetapan tujuan dan sasaran pelatihan / pengembangan.
3. Penetapan kriteria keberhasilan beserta alat ukurannya
4. Penetapan metode pelatihan / pengembangan
5. Penyelenggaraan uji coba (try out) dan revisi.
6. Implementasi dan evaluasi
                Ada empat kriteria keberhasilan pelatihan dan pengembangan yang lazim digunakan : (1) kriteria pendapat, yaitu kriteria yang didasarkan atas pendapat peserta pelatihan (melalui kuesioner) mengenai program pelatihan yang telah dilakukan; (2) kriteria belajar, yang diperoleh melalui tes pengetahuan dan keterampilan kerja untuk melihat perubahan perilaku peserta sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan; (4) kriteria hasil yang dihubungkan dengan hasil yang diperoleh pascapelatihan, seperti meningkatkannya penjualan, kualitas kerja, serta produktivitas.
C. PENILAIAN KINERJA
                Istilah kinerja berasal dari Job performance atau Actual Performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi kesungguhannya yang dicapai oleh seseorang (mangkunegara, 2000).
                Dari pengertian tersebut, penilaian kinerja sebagai suatu penilaian formal serta sistematis, didesain untuk mengukur prestasi kerja aktual dari seorang karyawan. Penilian ini memiliki sejumlah tujuan, seperti : (1) menjadi dasar bagi pepemberian reward, (2) membangun dan meningkatkan hubungan antara karyawan, (3) memberikan pemahaman yang jelas dan konkret tentang prestasi riil dan harapan atasan, dan (4) memberikan feedback bagi rencana perbaikan dan peningkatan kinerja.
                Sikula (1981), sebagaimana dikutip Mangkunegara (2000), memberikan ruang lingkup pengukuran kinerja dengan rumus 5W + 1H, yaitu Who, What, Why, When, Where, dan How. Berikut rinciannya.
(1) Who (siapa)
Pertanyaan ini mencakup : Siapa yang harus dinilai? Yakni, seluruh tenaga kerja yang ada dalam organisasi dari jabatan yang tertinggi sampai pada pegawai jabatan terendah. Juga, Siapa yang harus menilai? Penilaian dapat dilakukan oleh atasan langsung atau atasan tidak langsung atau juga penilian lain yang ditunjuk oleh pemimpin perusahaan karena kepakarannya.
(2) What (apa)
Apa yang harus dinilia? Yakni, berupa objek/materi, seperti hasil kerja, kemampuan, sikap, kepemimpinan, dan motivasi kerja.juga dimensi waktu, seperti kinerja yang
dicapai pada saat ini (current performance) dan potensi yang dapat dikembangkan pada waktu yang akan datang (future potential).
(3) Why (Mengapa)
Mengapa penilaian kinerja harus dilakukan? Hal ini untuk memelihara potensi kerja, menentukan kebutuhan pelatihan kerja, dasar pengembangan karier, dan dasar promosi jabatan.
(4) When (bilamana)
Waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan secara formal dan informal. Secara formal dilakukan secara periodik. Secara informal dilaksanakan setiap saat.
(5) Where (dimana)
Ada dua alternatif tempat bagi berlangsungnya penilian, yakni di tempat kerja (on the job appraisal) atau di luar tempat kerja (off the job appraisal) dengan cara meminta bantuan tenaga konsultan.
(6) How (bagaimana)
Bagaimana penilaian kinerja dilakukan? Yakni, dengan menggunakan metode tradisional, antara lain ratting scale, employee comparison, atau modern, di antaranya by objective (MBO), assessment centre.
Pengaruh Pelatihan
Bagi Karyawan
Pengalaman Greyhound Lines
                Greyhound Lines, perusahaan bus yang bermarkas di Chicago, mewajibkan semua karyawan baru yang berhadapan dengan konsumen untuk menjalani “latihan kenyataan”.
                Kursus ini memberikan kepada para peserta latian dalam peran konsumen dan memaksa mereka untuk menjalankan simulasi realistis dari kegagalan pelayanan sebenarnya yang pernah terjadi pada para pelanggan Greyhound.
                Satu bulan setelah “latihan kenyataan” dimulai, Greyhound mencapai penurunan 50% dalam hal keluhan konsumen. Perusahaan tidak mengubah prosedur apa pun dalam menghadapi kegagalan pelayanan, tetapi para karyawan yang telah menerima pelatihan menjadi lebih empati dan memahami masalah pelanggan. Mereka menunjukkan sikap yang lebih baik ketimbang para karyawan yang tidak menerima pelatihan itu.
“Kamu tidak bisa memperoleh simpati semua orang dengan hartamu, tetapi dengan wajah yang menarik (simpatik) dan dengan akhlak yang baik.” (HR Abu Yu’la dan Al-Baihaqi)
D.            KOMPENSASI
                Kompensasi dapat dipahami sebagai keseluruhan bentuk pembayaran kepada karyawan yang bersifat finansial dan nonfinansial. Kompensasi finansial dapat berupa gaji/upah, tunjangan-tunjangan, bonus, pembagian laba perusahaan, atau hadiah. Adapun kompensasi nonfinansial dapat berbentuk pekerjaan yang menantang, tugas-tugas yang menarik, peluang mendapatkan promosi, serta lingkungan pekerjaan yang berupa kebijakan perusahaan yang sehat, kondisi lingkungan kerja yang nyaman, serta rekan kerja yang menyenangkan.
                Pemberian kompensasi ini bertujuan untuk dapat memberikan motivasi kerja, membantu perkembangan, serta mempertahankan karyawan yang telah dinilai kinerja baik. Dalam pelaksanaanya, pemberian kompensasi selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor penilaian kewajaran dan keadilan, memenuhi peraturan yang diberlakukan, serta perkembagan pasar. Selain itu perusahaan juga memperhatikan sejumlah hal yang berkaitan dengan diri karyawan yang bersangkutan, seperti tingkat tanggung jawab, pendidikan, keterampilan, pelatihan, dan kondisi kerjanya.
E.            KEPUTUSAN HUBUNGAN KERJA
                Keputusan-keputusan hubungan kerja meliputi promosi, tranfer, pemberhentian, juga program keselamatan kerja. Keputusan bagi karyawan ini lebih dimaksudkan untuk menjalankan fungsi integrasi karyawan secara keseluruhan dengan memelihara hubugngan kerja di samping sebagai uapaya pemberian rewad and punishment. Adapun untuk pemberian kerja (PHK), keputusannya mencakup pemberhentian sementara (lay off), pemecatan (fired), penempatan ke luar (outplacement),
                demosi (pemindahan tanggungjawab ketingkat yang lebih rendah), dan pemensiunan (retirement)
F.  PEMBINAAN SDM MUSLIM
                Pembahasan manajemen sumber daya manusia sebagaimana tampak dalam ruang lingkupnya, sesungguhnya merupakan bagian integral dari sebuah proses pembinaan menyeruh yang menjadi tanggung jawab manajemen perusahaan guna memastikan terbentuknya SDM yang kafa’ah, amanah dan himmatul amal.
                Pembinaan yang dimaksud bertumpu pada tiga aspek : (1) syakhshiyah Islamiyah atau kepribadian Islamiyah, (2) skill atau keahlian dan keterampilannya, dan (3) kepemimpinan dan kerjasama timnya.
  1. Pembinaan Syakhshiyah Islamiyah
  1. Pengertian Syakhshiyah Islamiyah
                Syakhshiyah Islamiyah atau kepribadian Islam adalah perpaduan antara aqliyah Islamiyah (cara berfkir Islami) dan nafsiyah Islamiyah (sikap jiwa Islami). Aqliyah Islamiyah adalah berpikir dengan asas Islam atau berpikir dengan menjadikan Islam sebagai satu-satunya standar umum (miqyas’am) bagi segala pemikiran tentang kehidupan. Adapun nafsiyah Islamiyah adalah sikap jiwa yang menjadikan segala kecenderungan (miqyas’am) bagi segala pemuasan kebutuhan mausia (an-Nabhani, 1994).
                Dalam berbagai nash Al-Qur’an dan As-Sunnah, akan dapat ditemukan bagaimana Islam memerintahkan para penganutnya untuk memiliki aqliyah islamiyah, yakni memandang fakta dengan standar akidah Islamiah. Misalnya suatu saat pernah terjadi gerhana matahari pada zaman rasulullah saw. yang bertepatan dengan meninggalnya Ibrahim, putra beliau. Saat itu, orang-orang mengatakan bahwa gerhana matahari terjadi karena meninggalnya Ibrahim berkatalah Rasulullah saw,
               
                Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Tidaklah keduanya mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang.”
               
                Dengan sabdanya itu, Rasulullah saw telah membimbing cara berpikir sahabat untuk berpikir islami, yaitu menjadikan adalah Islamiah sebagai standar berpikir untuk menilai sesuatu. Rasulullah saw. Telah mengarahkan pemikiran para sahabat untuk memandang bulan dan matahari serta segala sifat-sifatnya, seperti terjadinya gerhana pada keduanya sebagai tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, bukan sebagai benda yang dipengaruhi atau mempengaruhi perjalanan nasib seseorang. Dengan kata lain, Rasulullah saw telah mengaitkan alam semesta dengan akidah islamiah, sesuai firman Allah SWT.
               
                “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinnya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang berakal.” (Ali Imran : 190)
                selain itu, akan dapat dijumpai pula berbagai nash Al-Qur’an dan Al-Hadits yang bertujuan untuk membentuk nafsiyah Islamiyah, yaitu  kecenderungan terhadap sesuatu yang selalu terkait dengan akidah Islamiah. Allah SWT berfirman :
                “Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang fasik”. (at-taubah : 24)
                Rasulullah saw. bersabda,
                “Tidak beriman (dengan sempurna) seseorang dari kalian sampai diriku lebih kalian cintai dari anaknya, bapaknya, dan semua manusia.”
                “Tidaklah beriman (dengan sempurna) salah seorang diantara kalian hingga hawa nafsunya tunduk kkepada apa yang kubawa (Islam).” (HR Imam Nawawi).
2.            Pembinaan Keahlian dan Keterampilan
                Pembinaan keahlian dan keterampilan dilaksanakan sebagai proses yang berkelanjutan melalui pendidikan dan pelatihan. Sebagaimana pembahasan sebelumnya, pendidikan pada dasarnya adalah proses pengembangan sumber daya manusia, lebih bersifat filosofis dan teoretis bila dibandingkan dengan kegiatan pelatihan. Adapun pelatihan lebih dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu dalam waktu yang relatif singkat. Umumnya, pelatihan ditujukan untuk menyiapkan sumber daya manusia guna melakukan pekerjaan-pekerjaan yang saat itu dihadapi.
  1. Pembinaan Kepemimpinan
  1. Kepemimpinan
                “Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan stiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Setiap kepala negara adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya (rakyat). Seorang perempuan / Ibu adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya; ia bertanggung atas kepemimpinannya. Seorang pelayan/hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan masing-masing mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)
                Kepemimpinan selalu terkait era dengan tanggung jawab sebagaimana disebut dalam hadits tersebut. Tanggung jawab (mas’uliyah) tersebut didasarkan atas kewenangan (shalahiyah) serta hak pengambilan keputusan (taqrir) yang diamanatkan kepada seorang pemimpin. Ketiganya, baik tanggung jawab, kewenangan, maupun hak pengambilan keputusan, merupakan tiga unsur kepemimpinan yang diamanatkan secara mandiri kepada seorang pemimpin. Karenanya, menjadi suatu kewajaran bila seorang pemimpin dalam level manajemen apapun bertugas untuk memotivasi, mendorong, memberi keyakinan, serta memfasilitasi kepada orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki.
                Implementasi dari fungsi kepemimpinan di atas dapat dijabarkan dalam dua fungsi utama, yakni fungsi kepemimpinan di atas dapat dijabarkan dalam dua fungsi utama, yakni fungsi pemecahan masalah (pemberi solusi) dan fungsi sosial (fasilitator).
                Pertama, fungsi pemecahan masalah. Cakupannya meliputi pemberian pendapat, informasi, dan solusi dari suatu permasalahan yang selalu disandarkan pada syariat, yakni dengan didukung oleh adanya dalil, argumentasi/hujjah yang kuat. Fungsi ini diarahkan juga untuk memberikan motivasi ruhiah kepada para SDM organisasi.
                Kedua, fungsi sosial yang berhubungan dengan interaksi antaranggota komunitas dalam menjaga suasana kebersamaan tim agar tetap sebagai team (together everyone achieve more), agar tetap kondusif dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. suatu tim dimana seluruh anggotanya bersinergi dalam kesamaan visi, misi, dan tujuan organisasi. Suasana tersebut dapat diringkas dalam formula three in one (3 in 1), yakni kebersamaan seluruh anggota dalam kesatuan bingkai thinking-afkar (ide/pemikiran), feeling-masyair (perasaan), dan rule of game-nidzam (aturan bermain). Tentu saja interaksi yang terjadi berada dalam koridor amar ma’ruf nahi munkar.
  1. Tipe Pengambilan Keputusan
                Menurut Yusanto (1998), pengambilan keputusan dalam Islam dibedakan sesuai dengan tipe permasalahannya ke dalam tiga bentuk: (1) dalam masalah tasyri’ (hukum), (2) dalam masalah yang membutuhkan keahlian atau pemikiran yang mendalam (faniyah), dan (3) dalam masalah yang tidak membutuhkan keahlian dan dapat dimengerti oleh banyak pihak.
(1)    Pengambilan Keputusan dalam Masalah Tasyri’
                Dalam masalah tasyri’, keputusan diambil dengan cara ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid. Ijtihad menurut Qaradhaqi (1995), diartikan sebagai mengerahkan segenap kemampuan untuk menetapkan hukum syara’ untuk diamalkan dengan cara istinbat. Para mujtahid menetapkan hukum dengan jalan ijtihad yang benar merujuk pada sumber-sumber hukum syara’.
                Bagaimana bila ijtihad yang dihasilkan berbeda-beda? Menurut an-Nabhani (1953) sebagaimana dikutip Yusanto (1998), imam (khalifah/kepala negara) berhak melegislasi salah satu pendapat yang dinilai paling benar dan itu menjadi hukum syara’ bagi seluruh kaum muslimin. Kaidah syara’ “Amrul imam yarfa’ul khilaf” berarti keputusan imam menghilangkan perselisihan. Amrul imam nafidzu dhahiran wa batinan’ perintah imam wajib dilaksanakan dhahir maupun batin’.  
                Dalam Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah saw. Sama sekali tidak mendengar keberatan para sahabat. Syariat telah mengatur bahwa perjanjian dengan musuh sekalipun harus ditaati. Dalam hal ini tidak berlaku musyawarah dan suara terbanyak. Ketika ditanyakan kepaanya dalam banyak perkara (hukum), Rasulullah saw menunggu wahyu untuk menjawabnya, bukan dengan musyawarah. Bila syariat telah menetapkan hukum suatu perkara, rakyat dengan suara mayoritas sekalipun tidak dapat mengubahnya. Zina, khamr, dan judi sekalipun akan tampak menguntungkan dalam dunia bisnis, hukumnya selamanya tetap haram. Demikian pula dengan kewajiban puasa, shalat dan haji. Adapun dalam perkara muamalah yang mubah, imam berhak menetapkan-dan dapat bermusyawarah dengan majelis umat-suatu aturan dan wajib ditaati oleh rakyat.
                Dengan begitu, dalam sebuah perusahaan, tidak perlu ada diskusi tentang perlu atau boleh-tidaknya karyawan melaksanakan shalat Jum’at, karyawati mengenalkan jilbab saat bekerja, pengajian bagi karyawan. Juga tidak perlu berlangsung diskusi tentang perlu tidaknya bintang film untuk promosi, bisnis minuman keras, dan sejumlah perkara lain yang telah jelas status hukumnya di mata syara.
(2)    Pengambilan Keputusan dalam Masalah yang Membutuhkan Keahlian/Pemikiran (Faniyah)
                                Dalam masalah yang membutuhkan keahlian (skill), pengambilan keputusan dilakukan dengan cara mengambil pendapat yang paling benar/tepat (ahli). Dalam menentukan lokasi pasukan perang, dalam peristiwa Perang Badar misalnya, Rasulullah saw pernah mengambil pendapat Khabab bin Mundzir yang menyarankan Rasulullah saw untuk memindahkan pasukan ke tempat yang lebih mudah memperoleh air. Rasulullah saw menerima saran Khabab karena dinilai paling tepat karena ia dikenal sebagai orang yang sangat paham wilayah itu, tanpa melihat pendapat mayoritas. Begitu juga ketika terjadi peristiwa Perang Khandaq atau Perang Ahzab. Umat Islam di Madinah saat itu tengah menghadapi gempuran dari berbagai kabilah dari sekitar Madinah yang dipelopori oleh kabilah Yahudi. Untuk menghambat gerak laju mereka, Rasulullah saw mengambil keputusan sesuai dengan saran Salman al-Farisi yaitu dengan cara membuat parit di sekeliling Madinah. Hal ini juga berlaku dalam banyak perkara lain, seperti teknik pembuatan jalan, rekayasa organisasi, kedokteran, dan tentu saja teknik-teknik peningkatan produktivitas dalam dunia bisnis.
(3)    Pengambilan Keputusan dalam Masalah yang Tidak Membutuhkan Keahlian atau Dapat Dimengerti oleh Banyak Pihak
                Dalam masalah yang tidak membutuhkan keahlian (skill), yakni di luar kedua masalah diatas, keputusan dapat diambil berdasarkan suara terbanyak atau musyawarah mufakat. Hal ini pernah diterapkan Rasulullah saw ketika akan menetapkan apakah pasukan dalam Perang Uhud tetap bertahan di dalam kota Madinah atau keluar. Rasulullah saw mengikuti pendapat mayoritas sahabt yang menginginkan keluar. Beliau meninggalkan pendapatnya sendiri.
                Dalam sebuah perusahaan, dapat dilakukan musyawarah atau bahkan dengan mekanisme suara terbanyak untuk menentukan jadwal sift kerja karyawan, seragam karyawan dan lainnya.
                Agar kepemimpinan dapat belangsung efektif, Kotter (1997) menambahkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi juga praktik-praktik yang dapat membentuk kemampuan kepemimpinan, seperti pada peraga berikut.
  1. Teknik Penyelesaian Masalah yang Kreatif
                DePorter dan Hernacki (2000) menyuguhkan suatu pendekatan kreatif dalam menyelesaikan permasalahan bisnis yang dihadapi. Pendekatan ini dikembangkan oleh Alex Osborn pada 1963 sebagai Creative Problem-Solving Process (CPS) yang merupakan proses tiga langkah, yakni: (1) memahami problem, (2) tumbuhkan ide-ide dengan pemikiran divergen, inkubasi, pemikiran konvergen, dan (3) aksi yang meliputi: rencana aksi, melakukan aksi, evaluasi aksi.
(1)    Memahami Masalah
          Gunakan diagram tulang ikan sebagai alat bantu untuk menjernihkan persoalan. Dikembangkan oleh Dr. kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo, grafik ini secara visual mengatur informasi sehingga membuatnya lebih mudah untuk dipahami dan diproses.
          Untuk membuat grafik tulang ikan, pertama tariklah garis mendatar di pusat kertas (inilai tulang belakang ikan). Di ujung kanan garism tuliskan masalahnya. Gambarlah “tulang-tulang” ikan dengan sudut 45 derajat dari garis mendatar. Namai tulang-tulang ini dengan kategori yang sesuai, seperti “staf”, “pemasaran”, atau “kontrak”. Ini bisa dilakukan sendiri atau dapat juga dengan menggunakan tim kecil untuk membahas sebab-sebab yang mungkin dari persoalan di setiap bidang dan menulisnya di sepanjang garis tulang tersebut.
          Tulis segalanya. Jangan menilai informasi pada saat ini. Tuangkan saja ide-ide. Kemudian, kembali ke diagram tulang ikan dan sorotilah sebab-sebab yang diyakini memiliki dampak paling besar dan persoalan-persoalan yang ingin dibicarakan kali pertama. Putuskan hanya satu persoalan dan lanjutkan prosesnya.
(2)    Menumbuhkan Ide-Ide
                                Cara terbaik untuk mendapatkan ide-ide hebat adalah mencari sebanyak mungkin ide.
q  Cara Berpikir Divergen. Proses melahirkan ide terletak pada cara berpikir divergen, yakni membiarkan pikiran Anda bergerak ke mana-mana secara simultan. Bekerjalah dengan orang lain dan doronglah setiap orang untuk megatakan apa pun yang muncul di kepala mereka. Satu ide akan memicu timbulnya ide yang lain. Tulislah semua ide walaupun tampak “konyol” pada saat itu.
q  Periode Inkubasi. Kini, setelah ide-ide lahir, biarkanlah ide-ide ini mengalami inkubasi. Setelah diskusi, biarkan masalah mengendap sesaat di benak Anda. Seperti usulan Dr. Ishikawa, “Biarkan ide ini matang semalaman.” Bila bekerja bersama tim dan ingin menyelesaikan proses ini, ambil waktu sejenak untuk merefleksikannya sebelum diteruskan.

Previous
Next Post »