PENGERTIAN TAFSIR ALQUR'AN

PENGERTIAN TAFSIR AL-QUR’AN


A.      Pengertian Tafsir dan Ta’wil
Tafsir Al Qur’an merupakan rangkaian kata tafsir dan Al qur’an. Al Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada rasul terakhir, tertulis dalam musyaf-musyaf yang diriwayatkan dengan cara mutawatir tanpa keraguan. Menurut arti kata tafsir ialah membuka dan menjelaskan makna ayat, keadaannya, kisahnya dan sebab turunnya ayat dengan kata yang memberi penunjukan dengan jelas. Pengembagnan tafsir harus didasarkan pada ilmu tafsir dan ilmu-ilmu yang lain yang berkaitan dengan agama, bahasa dan kesusastraan arab.
Tafsir secara bahasa berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Sedangkan menurut istilah yaitu ilmu membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz Al Qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya serta hokum-hukumnya. Definisi inilah yang dikemukakan oleh Abu Hayyan. Sedang menurut az-Zarjasyi definisi tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hokum dan hikmanya.
Kata tafsir selain terdapat dalam Al Qur’an, juga bisa dijumpai dalam atsar sahabat yang menyebutkan bahwa diriwayatkan dari sebagian ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi saw. Dan lain-lain bahwa mereka memperhatikan persoalan ini yakni tentang penafsiran Al-Qur’an tanpa ilmu. Dan diriwayatkan pula dari Mujahid dan Qatadah, serta yang lainnya dari kalangan ilmuwan bahwa mereka menafsirkan Al Qur’an, tetapi mereka sama sekali tidak memprediksi kalau mereka berbicara tentang Al Qur’an atau mereka menafsirkannya tanpa ilmu atau semata-mata dari sisi pribadi (pendapat) sendiri.
Secara harfiah (etimologis), kata tafsir berarti menjelaskan, menerangkan, menamakkan, menyibak dan merinci pada dasarnya adalah serangkaian penjelasan dari pembicara atau teks Al Qur’an. Dalam kalimat lain, tafsir adalah penjelasan lebih lanjut tentang ayat-ayat Al Qur’an yang dilakukan mufassir yang kemudian disebut tafsir. Ilmu yang membahas tentang tata cara atau teknik menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an supaya dalam koridor penafsiran yang benar dan baik disebut ilmu tafsir.
Ada beberapa pengertian ilmu tafsir yang di kemukakan oleh para ahli ulumul-Qur’an, antara lain : formulasi yang dikemukakan oleh Muhammad bin Abd. Al-Zarqani bahwa ilmu tafsir adalah ilmu yang membahas Al Qur’an dari segi dilalahnya sesuai dengan yang dikehendaki Allah menurut kemampuan manusia. Pengertian yang senada di berikan oleh Muhammad Badr ad-Din az-Zarkasyi, ilmu tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah (Al Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad serta menerangkan makna, hokum dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Berdasarkan pengertian tafsir dan ilmu tafsir di atas, dapat di simpulkan bahwa sesungguhnya antara tafsir dan ilmu tafsir itu sama sekali berbeda, tetapi keduannya memiliki hubungan yang sangat erat, bahkan menyatu.
Kata ta’wil secara etimologis berarti tempat kembali, ada pula yang mengartikan mengelola atau mengatur. Dalam pendangan ulama salaf ta’wil memuat dua pengertian :
a.       Menafsirkan pembicaraan dan menerangkan ma’nanya tanpa dalam mempersoalkan apakah penafsiran dan keterangan itu dengan apa yang tersurat atau tidak
b.      Subtansi yang dimaksud dari sebuah pembicaraan. Kalau pembicaraan itu berupa tuntutan, ta’wilnya adalah perbuatan yang dituntut itu. Jika pembicara itu berbentuk berita, yang dimaksud adalah subtansi dari suatu yang di informasikan.
Apa yang dimaksud ta’wil menurut sebagian ulama kontemporer (khalaf) adalah mengalihkan lafal dari makna (pengertiannya) yang kuat (rajah) kepada makna lain yang dikuatkan atau dianggap kuat (marjuh) karena ada dalil lain yang mendukung. Misalnya, kata yadung dalam firman Allah berikut. “……. Tangan (kekuasaan) Allah diatas (kekuasaan) mereka”.[1]
Kata yadun artinya yang kuat (rajah) adalah tangan, sedangkan makna yang dikuatkan (marjuh) adalah kekuasaan. Ketika memahmi ayat ini, pada umumnya, mufassar menggunakan ta’wil yakni mengalihkan makna rajah (tangan) kepada makna marjuh (kekuasaan) karena ada alas an (dalil), yaitu ketidakmungkinan Allah memiliki tangan dalam arti indrawi.

B.      Peredaan antara tafsir dan ta’wil
Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antara kedua kata tersebut. Kita dapat menyimpulkan pendapat terpenting diantaranya sebagai berikut :
1.       Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah menafsirkan perkataan dan maknanya, maka ta’wil dan tafsir adalah dua kata yang berdekatan atau sama ma’nanya. Termasuk pengertian ini ialah do’adalah rasulullah untuk Ibn Abbas : “Yaitu Allah, berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama dan ajarakanlah kepada ta’wil.
2.       Apabila kita berpendapat ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu perkataan maka ta’wil dari talab (tuntutan) adalah esensi perbuatan yang dituntut itu sendiri dan ta’wil dari khabar adalah esensi sesuatu yang diberikan. Atas dasar ini maka perbedaan antara tafsir dan ta’wil cukup besar.
3.       dikatakan tafsir adalah apa yang telah jelas di dalam Kitabullah atau tertentu (pasti) dalam sunnah yang sahi karma maknanya telah jelas dan gambling. Sedang ta’wil adalah apa yang disimpulkan para ulama. Karena itu sebagian para ulama mengatakan, “Tafsir adalah apa  yang berhubungan dengan riwayat sedang ta’wil adalah apa yang berhubungan dengan dirayah.
4.       Dikatakan pula, tafsir lebih banyak dipergunakan dalam menerangkan lafaz dan mufradat (kota kata), sedang ta’wil lebih banyak dipakai dalam menjelaskan makna dan susunan kalimat. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat yang lain.
Sementara itu Al Kilby mengatakan bahwa tafsir itu mensyarahkan Al Qur’an, menerangkan makannya dan menjeskan apa yang di kehendakinya dengan nashnya atau isyaratnya. Ibnu Qoyyim menegaskan bahwa ilmu tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk menerangkan lafadz atau kata yang kurang atau tidak jelas agar menjadi jelas.[2]
Dalam hal ini tafsir berbeda dengan ta’wil yang mengambil kata-kata dari tempatnya dan menggunakannya di dalam susunan kalimat lain untuk kebutuhan penetapan dalil atau hokum yang berkaitan dengan semua sector kehidupan bermasyarakat dan beragama. Terlepas dari adanya perbedaan persepsi diantara para ahli tafsir tentang persamaan dan perbedaan antara tafsir dan ta’wil, sasaran dan tujuan diantara keduanya terdapat persamaan, yaitu menjelaskan maksud dari ayat-ayat Al Qur’an.

C.      Terjemah Al Qur’an
Secara harfiah, terjemah berarti menyalin atau memindahkan suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya (mengalih bahasakan). Secara etimologis, terjemah berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu seperti dalam ungkapan terjemah alkalam, maksudnya bayyinahu wa waddahu (menerangkan pembicaraan dan menjelaskan maksudnya).
Menurut Muhammad Husayn Al Dzahabi bahwa kata tarjamah lazim digunakan untuk 2 macam pengertian :
a.       Mengalihkan atau memindahkan suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya tanpa menerangkan makna dari bahasa asal yang diterjemahkan.
b.      Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan bahasa yang lain.
Berdasarkan paparan singkat tentang terjemah di atas dapat di formulasikan bahwa terjemah pada dasarnya adalah menyalin ke bahasa lainnya supaya inti pembicaraan bahasa asal yang diterjemahkan bisa di pahami oleh orang-orang yang tidak mampu memahami secara langsung bahasa asal yang diterjemahkan. Misalnya, terjemahan buku-buku bahasa asing (bahasa Arab atau Inggris) ke dalam bahasa Indonesia. Demikian pula sebaliknya.
Sesuai dengan pengertian, terjemah lazim di bedakan dalam dua macam : terjemah harfiah dan tafsiriah. Terjemah harfiah (lafziah) adalah terjemah yang dilakukan apa adanya bergantung pada susunan dan struktur bahasa asal yang di terjemahkan. Sedang terjemah tafsiriah (maknawiah) adalah terjemah yang lebih mengedepankan maksud atau isi kandungan yang terkandung dalam bahasa asal yang diterjemahkan.
Terjemah tafsiriah atau maknawiah tidak terikat oleh susunan dan struktur gaya bahasa yang diterjemahkan. Berbeda dengan terjemah harfiah yang terikat oleh struktur dan susunan bahasa asal yang diterjemahkan yang karenanya terjemah harfiah, lafziah, leterlek, atau terjemah lurus itu bersifat kaku, terjemah tafsiriah, maknawiah, atau terjemah bebas terasa sangat luwes atau elastis. Kerigi dan terjemah harfiah dan keluwesan terjemah tafsiriah akan semakin terasa ketika di gunakan untuk menerjemahkan Al qur’an.

D.      Metode Tafsir
Hasil karya para ulama’ dalam menafsirkan Al Qur’an yang ada dari dahulu sampai sekarang ini secara umum mereka menggunakan metode maudhuui (tematik).
1.       Metode Tahlili
Metode Tahlili adalah metode yang menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an dengan meneliti semua aspek dan menyingkap seluruh maksudnya mulai dari uraian makna kosa kata, makna kalimat maksud setiap ungkapan, kaitan antara pemisah itu, dengan bantuan azbabul nuzul, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi saw, sahabat dan tabi’in.
Metode terkadang menyertakan pula dengan uraian kebahasaan dan mater-materi khusus lainnya yang kesemuanya ditunjukkan untuk memahami Al Qur’an.
2.       Metode Ijtima’
Tafsir adabi-ijma’i beruapa menyingkap keindahan bahasa Al Qur’an dan mukzijatnya, menjelaskan makna dan maksudnya memperhatikan aturan Al Qur’an tentang kemasyarakatan dan mengatasi persoalan yang dihadapi umat Islam secara khusus dan permasalahan umat lainnya secara umum.
Corak tafsir inipun berupaya mengonopnomi antara Al Qur’an dengan teori-teori pengetahuan yang valid. Contoh ini mengingatkan manusia bahwa Al Qur’an merupakan kitab Allah abadi yang sanggup menyetir perkembangan zaman.
3.       Metode Ijmali (global)
Metode Ijmali yaitu menafsirkan Al Qur’an secara global, mufassir berupaya menjelaskan makna-makna Al Qur’an dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah sehingga dapat dipahami oleh semua orang. Seperti metode tahilili. Metode ini dilakukan terhadap ayat per-ayat dan surat persurat sesuai dengan urutan mushaf-mushaf sehingga tampak berkaitan antara satu ayat dengan urutan ayat dan ayat yang lain. Antara surat satu dengan surat yang lain.
Ketika menggunakan metode ini para mufassir menjelaskan Al Qur’an dengan bantuan sebab turun ayat (asbab-an nuzul) peristiwa sejarah, hadits Nabi, atau pendapat ulama’ sholeh.[3]

E.       Quwaid Tafsir
1.       Pengertian Quwaid Tafsir
Menurut bahasa, quwaid artinya kaidah-kaidah atau prinsip dasar tafsir. Sedangkan yang dimaksud dengan quwaid tafsir dalam hal ini adalah kaidah-kaidah yang diperlukan oleh para mufassir dalam memahami ayat-ayat Al Qur’an meliputi penghayatan uslub-uslubnya, pemahaman asal-asalnya, penguasaan rahasia-rahasianya dan kaidah-kaidah kebahasaan.



[1] Baca QS. Al-Fath 48:10
[2] Dalam kitab Zadul Masir Fi Ilmi Al-tafsir.
[3] Dr. H. Abd. Hadi M.Ag, Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an, 2010. Hal. 318
Previous
Next Post »